Penguatan rupiah dan mata uang regional dan Asia memang agak khusus. Dolar AS masih cukup stabil. Investor cenderung wait and see menantikan serentetan data ekonomi penting dan pertemuan bank sentral utama dunia, terutama FOMC.
Jakarta (ANTARA) – Analis Pasar Mata Uang Lukman Leong mengatakan penguatan rupiah dipengaruhi sikap investor yang masih wait and see terhadap rentetan data ekonomi penting dan pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada pekan ini.
Pada penutupan perdagangan Senin, mata uang rupiah menguat sebesar 48 poin atau 0,30 persen menjadi Rp15.890 per dolar AS dari penutupan sebelumnya sebesar Rp15.938 per dolar AS.
Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Senin turut menguat ke posisi Rp15.916 dari sebelumnya Rp15.941 per dolar AS.
“Penguatan rupiah dan mata uang regional dan Asia memang agak khusus. Dolar AS masih cukup stabil. Investor cenderung wait and see menantikan serentetan data ekonomi penting dan pertemuan bank sentral utama dunia, terutama FOMC,” kata dia ketika dihubungi Antara di Jakarta.
Melihat sentimen domestik, data pada Rabu (1/11) diperkirakan menunjukkan kenaikan laju inflasi Indonesia baik secara year on year (YoY) maupun month to month (MoM). YoY diprediksi meningkat dari 2,28 persen menjadi 2,6 persen, sedangkan tingkat inflasi MoM naik 0,27 persen dari sebelumnya 0,19 persen.
“Kenaikan pada inflasi di Indonesia memicu harapan apabila BI (Bank Indonesia) bisa kembali menaikkan suku bunga,” ucap Lukman.
Menurut Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra, pengendalian inflasi dan penguatan kondisi ketenagakerjaan akan menjadi topik pembicaraan dalam pertemuan FOMC. Inflasi masih menjadi fokus karena melenceng jauh dari target 2 persen, dan para pejabat AS bakal mempertanyakan apakah kebijakan saat ini masih cukup mendorong inflasi turun atau perlu kebijakan baru.
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Nusarina Yuliastuti
COPYRIGHT © ANTARA 2023