Badan Pusat Statistik mencatat inflasi volatile food atau komponen harga bergejolak mencapai 3,46 persen secara year-to-date (ytd) atau periode Januari-Oktober 2023, lebih rendah jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
“inflasi volatile food pada tahun 2023 ini relatif lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, dimana pada Oktober 2022, inflasi volatile food mencapai 3,53 persen secara year-to-date (ytd),” kata Deputi bidang Statistik, Distribusi, dan Jasa BPS Pudji Ismartini di Jakarta saat memberikan rilis, Rabu.
Pudji menyampaikan, terdapat tiga komponen utama penyumbang inflasi pada komponen volatile food di Oktober 2023 secara month-to-month (mtm) antara lain, beras, cabai rawit, dan cabai merah.
“Tiga komponen utama penyumbang inflasi komponen volatile food pada Oktober 2023 secara month to month adalah beras dengan andil inflasi sebesar 0,06 persen, kemudian cabai rawit dengan andil inflasi sebesar 0,03 persen, dan cabai merah dengan andil inflasi sebesar 0,01 persen,” ujar Pudji.
Di tengah inflasi volatile food, masih terdapat beberapa komoditas yang memberikan andil deflasi secara bulanan yang juga cukup signifikan, yakni adalah ikan segar, telur ayam ras, tomat, bawang merah, minyak goreng, dan bawang putih.
Secara historis, menurut Pudji pada 2020 hingga 2022 komponen volatile food terlihat adanya pola yang mirip, di mana secara umum terjadi beberapa kali deflasi pada semester kedua.
Hal tersebut berbeda dengan tahun 2023, di mana komponen harga bergejolak baru mengalami deflasi satu kali, yakni pada Agustus 2023 sebesar 0,51 persen dengan andil deflasi sebesar 0,09 persen.
Adapun, komoditas yang dominan memberikan andil deflasi pada Agustus lalu adalah daging ayam ras, bawang merah, telur ayam ras, dan kacang panjang.