Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) turut memantau perusahaan fintech baru yang telah mendapatkan izin usaha untuk mencegah praktik penjualan izin antar perusahaan. Ketua Umum AFSI Ronald Yusuf Wijaya mengatakan bahwa asosiasi ikut melakukan pengawasan terhadap isu jual-beli izin, terutama pada platform peer to peer. Banyak oknum yang mendaftar sebagai perusahaan fintech hanya untuk mendapatkan izin dan menjualnya dengan keuntungan yang berlipat.
Oleh karena itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga melibatkan AFSI dalam pengawasan terhadap perusahaan, terutama dalam kasus peralihan pemegang saham kendali. AFSI akan memberikan teguran jika terjadi peralihan pemegang saham kendali yang terindikasi jual-beli izin. Selain itu, OJK juga telah menerapkan peraturan terkait modal minimum bagi perusahaan fintech yang mendaftar baru untuk mencegah praktik penjualan izin. Sebelumnya, modal awal minimum untuk menjadi perusahaan fintech peer to peer lending adalah Rp2,5 miliar, namun sekarang diwajibkan memiliki modal Rp25 miliar.
Menurut Ronald, aturan permodalan tersebut sangat penting agar perusahaan fintech dapat menjalankan bisnisnya setelah mendapatkan izin. Hal ini bertujuan untuk mencegah kejadian di mana perusahaan habis nafas sebelum menghasilkan apa pun dan berakhir dengan jual-beli izin. Dengan adanya aturan ini, diharapkan industri fintech dapat berjalan dengan lebih aman.
Artikel ini bisa dibaca selengkapnya di ANTARA 2023.