Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut bahwa pendanaan industri fintech peer-to-peer lending bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) perlu ditingkatkan agar dapat bertumbuh signifikan dalam menopang perekonomian nasional.
“Penyaluran pembiayaan UMKM masih perlu ditingkatkan karena masih terbatas dengan porsi sebesar 36,57 persen dari total pembiayaan yang sudah disalurkan industri peer-to-peer lending mencapai Rp55,7 triliun,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, OJK Agusman di Jakarta, Jumat.
Agusman menyampaikan hal itu dalam acara “Peluncuran Roadmap: Pengembangan dan Penguatan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Digital 2023-2028”.
Ia menjelaskan, berdasarkan riset OJK terkait kesenjangan pembiayaan UMKM dengan menggunakan angka kebutuhan pendanaan UMKM nasional tahun 2021, diperoleh angka Rp1.519 triliun (55,43 persen dari total kebutuhan pendanaan UMKM) yang merupakan kebutuhan pendanaan UMKM.
Kebutuhan pendanaan ini dapat didukung oleh Industri Keuangan Non Bank (IKNB), namun, kapasitas pembiayaan IKNB hanya mampu memenuhi sebesar Rp229 triliun (15 persen).
Sementara itu, industri fintech peer-to-peer lending hanya berkontribusi sebesar Rp9 triliun (3,9 persen) dari total kontribusi IKNB. Dengan demikian, masih terdapat kesenjangan pembiayaan UMKM nasional sebesar Rp1.290 triliun.
Agusman mengatakan, ruang pertumbuhan bagi industri Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Informasi Teknologi (LPBBTI) atau fintech peer-to-peer lending masih sangat terbuka lebar untuk dapat memberikan pendanaan kepada sektor produktif.
Namun demikian, kata dia, diperlukan peningkatan kapasitas di industri untuk dapat mengisi gap pendanaan UMKM nasional.
Agusman mengatakan, OJK berupaya mendukung pertumbuhan industri tersebut, salah satunya dengan mengatur syarat minimal modal fintech lending saat meminta perizinan dari OJK.
Pada tahun 2023, modal minimal yang ditetapkan senilai Rp2,5 miliar, selanjutnya pada tahun 2024 Rp7,5 miliar, dan tahun 2025 sebesar Rp12,5 miliar.
Ketentuan ini, kata dia, harus dipatuhi dalam rangka penguatan industri agar bisa bertumbuh secara berkelanjutan dan semakin mampu membiayai sektor produktif atau UMKM.