Jakarta (ANTARA) – Chief Economist Citi Indonesia Helmi Arman menyatakan bahwa kebijakan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) akan memulihkan diferensial imbal hasil surat utang (obligasi) yang telah turun relatif tajam.
“Dalam pandangan kami, kenaikan suku bunga BI ini bertujuan untuk mengembalikan terutama diferensial imbal hasil obligasi yang turun tajam akibat kenaikan imbal hasil US treasury,” ujar Helmi dalam konferensi pers “Economic Outlook & Pemaparan Kinerja Keuangan Citi Indonesia Kuartal III-2023” di Jakarta, Senin.
Dia menyebutkan bahwa kondisi keseimbangan pasar valuta asing (valas) di Indonesia terpengaruh karena tingkat suku bunga Amerika yang meningkat cukup tajam dibandingkan sebelumnya.
Peningkatan tersebut berdampak pada arus dana keluar dari para pelaku dalam negeri (residen), termasuk pembayaran utang luar negeri dari korporasi-korporasi domestik.
“Banyak perusahaan memilih membayar utang luar negeri dan sebagai gantinya dibiayai kembali melalui pinjaman domestik,” jelasnya.
Selain itu, sumber tekanan bagi neraca pembayaran juga berasal dari arus modal keluar investor asing dalam beberapa bulan terakhir, yang terjadi ketika imbal hasil bunga obligasi Amerika meningkat.
Hal ini berdampak pada menurunnya diferensial dengan imbal hasil obligasi negara di Indonesia.
Helmi menjelaskan bahwa platform Citi secara global mencatat sepanjang tahun 2023 ini, terjadi arus modal keluar atau capital outflow dari seluruh negara berkembang.
Capital outflow dari Asia, katanya, lebih besar atau cukup tajam dibandingkan dengan negara-negara di Amerika Latin.
“Ironisnya, capital outflow yang lebih besar dari Asia ini terjadi karena inflasi di Asia pada 2022 akibat kenaikan harga komoditas dunia relatif terkendali,” tambahnya.
Inflasi yang terkendali tersebut membuat kenaikan suku bunga di Asia tidak sebesar di Amerika Latin. Sehingga ketika kondisi inflasi saat ini sama-sama sedang menurun, maka terlihat bahwa diferensial suku bunga di Asia dengan Amerika itu relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara Amerika Latin.
“Maka kami melihat outflow dari emerging market itu relatif lebih besar dibandingkan dengan region lain seperti di Amerika Latin,” katanya.
Helmi mengatakan bahwa ke depan, BI sudah menaikkan suku bunga acuan dan pihaknya melihat bahwa BI melanjutkan dengan menaikkan suku bunga lebih besar untuk operasi pasar terbuka yang berjangka waktu lebih panjang (6, 9, dan 12 bulan) dibandingkan sebelumnya sebesar 25 basis poin.
“Ini akan merestorasi imbal hasil obligasi yang turun tajam dalam beberapa bulan terakhir,” katanya.
Sebelumnya, Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 18-19 Oktober 2023 menetapkan kenaikan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6 persen.
Selain itu, BI juga menaikkan suku bunga deposit facility sebesar 25 bps menjadi 5,25 persen, dan suku bunga lending facility sebesar 25 bps menjadi 6,75 persen.
Pewarta: Aloysius Lewokeda
Editor: Citro Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2023