Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menyarankan pelaku industri perbankan di Indonesia agar meningkatkan aspek deteksi terhadap serangan siber atau cyber crime. “Khusus untuk perbankan ini memang ada ‘PR’ di aspek deteksi yang tentunya nanti ke depan perlu pengembangan lebih lanjut,” kata Direktur Keamanan Siber dan Sandi Keuangan, Perdagangan, dan Pariwisata, BSSN Edit Prima dalam acara “The Finance Executive Forum: The Future of Digitalization And Cyber Crime Mitigation Towards 2045” di Jakarta, Selasa.
Sepanjang 2023, BSSN telah melakukan asesmen terhadap tingkat kematangan dalam hal ketahanan dunia maya (cyber resilience) industri perbankan. Secara umum, kata dia, perbankan di Indonesia masuk dalam kategori level 4 berdasarkan alat ukur Cybersecurity Maturity atau dalam kategori baik.
“Instrumen penilaian kematangan ini sudah dilaksanakan BSSN sejak 2021, dan sekarang di peraturan OJK yang terbaru diadopsi dan diperkaya yang disesuaikan dengan kebutuhan perbankan sehingga menjadi pegangan dalam penilaian,” katanya.
Ia menambahkan, pada 2023 ini, BSSN mencatat sebanyak 160 juta anomali malware. Dari jumlah itu, hampir 1 juta anomali terindikasi ransomware malware. Anomali ransomware itu, lanjut Edit, juga berdampak lebih jauh pada kebangkrutan perusahaan maupun kerusakan reputasi. “Jadi tentunya ini juga menjadi ‘PR’ bersama yah, termasuk perbankan karena ransomware masih menjadi ancaman yang signifikan,” katanya.
Edit berharap industri perbankan dapat meningkatkan teknologi deteksi yang handal agar bisa mencegah dan mengatasi serangan siber sedini mungkin sehingga tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar.
Pewarta: Aloysius Lewokeda
Editor: Citro Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2023