Artikel ini disunting oleh Per M. Norheim-Martinsen dan Tore Nyhamar dan ditulis oleh Prabowo Subianto, diambil dari buku 2 Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn.) Prabowo Subianto. Artikel ini merupakan tanggapan terhadap karya Jenderal Sir Rupert Smith berjudul The Utility of Force: The Art of War in The Modern World. Smith menyoroti kompleksitas perang modern dan menekankan bahwa pasukan militer terbaik sering kali berhasil dalam operasi militer singkat, tetapi pada akhirnya kalah dalam perang.
Dalam buku ini, Professor Per M. Norheim-Martinsen dan Tore Nyhamar, peneliti strategi militer di Institut Ilmu Militer dan Institut Teknologi Militer Norwegia, mencoba menanggapi teori perang modern yang disampaikan Jenderal Sir Rupert Smith dengan menguji sembilan kemampuan utama militer modern terhadap tantangan yang dihadapi. Kesembilan kemampuan tersebut meliputi operasi militer internasional, kontak intensitas tinggi, operasi counter-insurgency, operasi pasukan khusus, operasi penjaga perdamaian, operasi militer di perkotaan, operasi cyber, operasi transnasional, dan operasi penyelamatan warga.
Kesimpulan utama dari buku ini adalah bahwa kemampuan militer yang didasarkan pada pengalaman perang konvensional sering kali tidak cocok dengan tantangan masa kini. Tantangan tersebut termasuk dorongan publik untuk mengurangi anggaran militer, semakin urbanisasi dunia, operasi yang semakin kompleks karena adanya gerilya dan dukungan warga setempat, serta teknologi militer baru yang tersedia secara komersial.
Dengan demikian, untuk menjadi militer yang efektif saat ini, diperlukan kemampuan untuk melancarkan operasi secara terukur dengan biaya rendah, yang direncanakan secara bersamaan dengan operasi kemanusiaan. Kekuatan militer harus dipadukan dengan kemampuan untuk memenangkan hati warga, karena hampir tidak ada konflik yang dapat dimenangkan hanya dengan kekuatan senjata.