Pendekar Sejati: Ajaran dan Sikap Pemenang
Sebagai seorang yang telah mengabdikan dirinya sebagai seorang pendekar, saya telah menerima ajaran utama bahwa “rame ing gawe, sepi ing pamrih”. Artinya, berbuatlah banyak pengabdian, namun jangan menuntut pamrih. Seorang pendekar sejati melakukan segala hal untuk orang banyak, untuk negaranya, dan bukan untuk dirinya sendiri. Seorang pendekar sejati melakukan pengabdian tanpa pamrih, tanpa mengharapkan imbalan.
Selain itu, seorang pendekar sejati juga harus memiliki sikap yang rendah hati, mampu menahan fitnah, dan mampu memaafkan. Mereka tetap tenang meskipun dihujat, mereka tidak mengenal kata dendam. Pedekar sejati juga harus mampu membela diri, keluarga, lingkungan, dan negara, tanpa menimbulkan penderitaan kepada orang lain. Mereka mengobati yang sakit, bukan menimbulkan kesakitan.
Sebagai bangsa yang kuat dan besar, kita harus mengenang sejarah para pendahulu kita yang telah menjadi teladan sebagai pendekar pembela rakyat dan keadilan. Mereka tidak terpengaruh oleh kebencian dan fitnah, mereka tidak membalas kebencian dengan kebencian. Mereka memiliki sikap kesatria yang mempelajari jalan yang damai, yang menghindari kekerasan, dan siap untuk menyelamatkan bangsa Indonesia jika terancam.
Sebagai seorang pendekar, kita harus berani menghadapi risiko dan maut. Namun, seorang pendekar tidak diperbolehkan memiliki rasa benci dan dendam. Kita harus dapat mengalahkan perasaan pribadi kita dan mendahulukan kepentingan negara dan bangsa. Kita harus belajar dari sejarah Jepang dan Amerika, di mana kesatria seperti Hideyoshi dan Abraham Lincoln mampu menahan diri dari dendam dan kebencian.
Ajaran-ajaran ini diajarkan secara turun temurun di setiap perguruan pencak silat di Indonesia, dan juga ditemukan dalam buku-buku seperti “the Swordless Samurai” karya Kitami Masao, dan “Warrior of the Light” karya Paulo Coelho. Seorang pendekar harus menjauh dari jalan yang gelap, yang penuh keserakahan, kedengkian, iri hati, fitnah, kekejaman, dan kecurangan. Mereka harus menjadi pribadi yang percaya, percaya pada keajaiban, percaya bahwa pemikiran positif dapat mengubah hidup. Mereka juga harus menerima fakta bahwa mereka tidak sempurna, namun tetap bersedia untuk belajar dan berkembang.
Sebagai seorang pemimpin dan seorang pendekar sejati, saya percaya bahwa memiliki sikap seperti ini akan membawa Indonesia menuju arah yang lebih baik. Mari kita tiru sikap para pendahulu kita, menjadi pendekar sejati yang penuh dengan kebaikan, kesatria yang mengutamakan kebenaran dan perdamaian, dan pemimpin yang bertanggung jawab.