Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) mengungkapkan, data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang baru dirilis diharapkan dapat meningkatkan optimisme dan memperkuat pasar finansial Indonesia. Senior Portfolio Manager Equity MAMI Samuel Kesuma mengatakan, data ekonomi AS yang lebih kuat dari ekspektasi di awal 2024, memberikan validasi bagi Bank Sentral AS (The Fed) untuk tidak terburu-buru memangkas suku bunga.
“Data ekonomi AS yang lebih kuat dari ekspektasi menyebabkan terjadinya perubahan ekspektasi di pasar,” kata Samuel, di Jakarta, Jumat. Sebelumnya, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan pada Kamis (14/3) bahwa inflasi berdasarkan Indeks harga konsumen (IHK), mencakup biaya barang dan jasa, meningkat 0,4 persen pada bulan Februari menjadi 3,2 persen dari tahun lalu.
Kenaikan inflasi AS yang lebih tinggi dari perkiraan mendorong indeks dolar AS dan imbal hasil obligasi bearish (situasi di mana harga suatu aset diprediksi akan turun) bagi emas. Ekspektasi pasar untuk pemangkasan suku bunga The Fed di tahun 2024 telah berkurang dari 150 bps di awal tahun, menjadi 85 bps sehingga akan lebih selaras dengan proyeksi dot plot The Fed.
Bagaimanapun, Ketua The Fed Jerome Powell dalam pidatonya di Kongres AS masih optimis bahwa suku bunga dapat diturunkan tahun ini. Samuel menjelaskan, selama tiga siklus penurunan suku bunga The Fed sebelumnya, indikator makro dan pasar finansial Indonesia menunjukkan hasil yang positif. Siklus pemangkasan The Fed pada tahun ini diharapkan dapat memberikan hasil serupa bagi Indonesia.
Jika dilihat, kondisi inflasi domestik yang terjaga membuka ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk memangkas suku bunga. Dalam jangka pendek, BI diperkirakan masih akan mempertahankan postur pro-stabilitas dengan menahan suku bunga acuan di 6 persen. Namun, peluang untuk mengalihkan kebijakan moneter ke arah pro-pertumbuhan lebih terbuka saat terdapat indikasi yang lebih jelas terkait potensi pemangkasan suku bunga The Fed dan fluktuasi nilai tukar mulai mereda.
Pelonggaran moneter akan mendorong normalisasi likuiditas domestik. Peluang pergeseran itu diperkirakan akan terjadi bersamaan dengan pelonggaran suku bunga The Fed. Lebih lanjut, Samuel menuturkan, likuiditas yang membaik dapat memberikan dukungan terhadap aktivitas perekonomian dan sentimen di pasar finansial.
Selain kebijakan suku bunga, BI diprediksi juga dapat melonggarkan kebijakan moneternya dengan menggunakan alat kebijakan non-suku bunga, seperti menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) sebelum mulai menurunkan suku bunga BI. “Kondisi likuiditas yang diharapkan lebih baik dan pemilu yang berjalan aman diharapkan dapat mendukung penguatan pasar saham Indonesia secara lebih berkelanjutan,” kata Samuel.
Optimisme terhadap peningkatan aktivitas perekonomian dan kondisi moneter yang lebih akomodatif diharapkan dapat meningkatkan minat investasi serta aliran likuiditas ke pasar saham Indonesia. Di tengah kondisi global yang dinamis, investor disarankan mengambil posisi yang berimbang pada konstruksi portofolio, mengombinasikan elemen potensi katalis jangka pendek, defensif, dan potensi struktural jangka panjang.
Untuk jangka pendek, sektor-sektor yang diuntungkan dari pemangkasan suku bunga (interest rate sensitive) seperti di perbankan, properti, tower telekomunikasi, dan konsumer non-primer. Untuk strategi defensif, sektor telekomunikasi menjadi pilihan karena karakteristik industri cenderung resilien mengingat data merupakan kebutuhan pokok dan potensi kinerja emiten yang baik.
Adapun untuk potensi pertumbuhan struktural, sektor yang berhubungan dengan bahan baku untuk industri energi baru terbarukan. Transisi menuju era dekarbonisasi menguntungkan bagi Indonesia yang kaya akan komoditas yang digunakan dalam teknologi energi baru terbarukan.