Pada bulan September 2024, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa piutang pembiayaan melalui skema layanan bayar nanti atau Buy Now Pay Later (BNPL) mencapai Rp7,99 triliun, meningkat 89,20 persen secara tahunan (yoy). Peningkatan ini juga diikuti dengan rasio pembiayaan macet atau Non Performing Financing (NPF) gross yang tetap terjaga di posisi 2,52 persen, yang merupakan peningkatan dari bulan Juli sebesar 2,82 persen.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, LKM dan LJK Lainnya OJK Agusman menyatakan bahwa piutang pembiayaan BNPL oleh perusahaan pembiayaan (PP) per Agustus 2024 meningkat 89,20 persen yoy menjadi Rp7,99 triliun, dengan NPF gross tetap di posisi 2,52 persen.
Agusman juga menyebut bahwa aturan terkait BNPL masih dalam kajian, termasuk persyaratan perusahaan pembiayaan, kepemilikan sistem informasi, pelindungan data pribadi, rekam jejak audit, sistem pengamanan, akses dan penggunaan data pribadi, kerja sama dengan pihak lain, serta manajemen risiko.
OJK juga melaporkan bahwa outstanding pembiayaan melalui fintech P2P lending mencapai Rp72,03 triliun per Agustus 2024, menunjukkan kenaikan sebesar 35,62 persen secara tahunan (yoy). Tingkat risiko kredit macet atau Tingkat Wanprestasi Pinjaman (TWP90) berada pada level 2,38 persen, turun dari 2,53 persen di bulan Juli 2024.
Perkembangan industri fintech juga diiringi dengan sejumlah tantangan, seperti penyelenggara fintech P2P lending yang belum memenuhi kewajiban ekuitas minimum. Hingga Agustus 2024, dari 147 perusahaan penyelenggara fintech P2P lending, enam perusahaan belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum Rp100 miliar.
Selain itu, masih terdapat 16 dari 98 penyelenggara P2P lending yang belum memenuhi kewajiban ekuitas minimum Rp7,5 miliar. OJK terus memantau dan mengambil langkah-langkah untuk memastikan kewajiban ekuitas minimum tetap terpenuhi.
Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Abdul Hakim Muhiddin
Copyright © ANTARA 2024