Jakarta (ANTARA) – Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu jenis pajak yang dikenakan pada setiap transaksi pembelian atau penjualan barang dan jasa di Indonesia.
Bagi perusahaan atau lembaga yang ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), memiliki kewajiban untuk menyetorkan dan melaporkan PPN ke DJP.
Selain itu, PKP juga boleh memungut PPN ke konsumennya. PKP memiliki dua prosedur pembayaran PPN yaitu pajak keluaran, pajak yang dibayarkan PKP saat menjual produknya, dan pajak masukan atau pajak yang dibayarkan PKP saat membeli untuk pembuatan produknya.
PPN ini menjadi salah satu sumber pendapatan penting bagi negara untuk mendukung berbagai anggaran program pembangunan.
Namun, tidak semua barang dan jasa dikenai PPN, ada klasifikasi tertentu mengenai jenis barang atau jasa apa saja yang terkena pajak ini.
Klasifikasi tersebut dikenal dengan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP).
Perlu diketahui bahwa di Indonesia saat ini tarif PPN berlaku sebesar 11 persen. Kemudian, tahun 2025 akan meningkat mencapai 12 persen. Hal ini berdasarkan UU HPP dalam pasal 7 ayat 1.
Jenis-Jenis Barang yang Terkena PPN
Berdasarkan UU PPN pasal 4 ayat 1, berikut ini objek yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
– Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
– Impor BKP
– Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
– Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
– Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
– Ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)
– Ekspor BKP Tidak Berwujud oleh PKP
– Ekspor JKP oleh PKP
Selain itu, khusus untuk barang kena pajak (BKP), terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi, yakni sebagai berikut.
– Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP
– Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP Tidak Berwujud,
– Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean
– Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
Barang Kena Pajak (BKP) berwujud
Barang berwujud adalah barang yang memiliki bentuk fisik dan dapat dilihat, bergerak, tidak bergerak, atau disentuh. Contoh dari barang berwujud yang dikenakan PPN meliputi:
– Barang elektronik, seperti televisi, kulkas, dan smartphone.
– Pakaian dan barang-barang fashion.
– Tanah dan bangunan.
– Perabot rumah tangga, seperti kursi, meja, dan lemari.
– Makanan olahan yang diproduksi kemasan, seperti makanan ringan dalam kemasan.
– Kendaraan bermotor, termasuk mobil, motor, dan truk
Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud
Selain barang fisik, PPN juga dikenakan pada barang tidak berwujud atau yang tidak memiliki bentuk fisik. Beberapa contohnya adalah sebagai berikut.
– Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana perusahaan, formula rahasia, atau merek dagang.
– Penggunaan atau hak menggunakan peralatan atau perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah.
– Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial
Dalam menerapkan barang kena pajak yang sama terhadap barang yang dikonsumsi atau transaksi, secara keseluruhan tidak bisa dibebankan PPN.
Hal ini dikarenakan terdapat beberapa barang menjadi kebutuhan pokok masyarakat, sehingga tidak dikenakan biaya PPN.
Oleh karena itu, UU PPN Indonesia menerapkan konsep negative list. Menurut teori ini, barang BKP adalah barang yang tidak tercantum dalam daftar non-BKP atau objek yang dibebaskan biaya PPN.
Pewarta: Putri Atika Chairulia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2024