Sebanyak 713 petir menyambar pulau Bali dalam waktu satu minggu, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Sambaran petir tersebut berasal dari awan ke tanah yang terjadi selama periode 7-13 Februari 2025. Kepala Stasiun Geofisika BMKG, Rully Oktavia Hermawan, menjelaskan bahwa sebagian besar petir tersebut merupakan sambaran petir dari awan ke tanah. Musim hujan yang melanda Pulau Dewata menyebabkan salah satunya adalah siklon tropis 96S yang kemudian berubah menjadi Siklon Tropis Zelia, memberikan dampak cuaca buruk di beberapa wilayah Indonesia, termasuk Bali.
Dari total 713 sambaran petir, sebanyak 534 sambaran petir adalah dari awan ke tanah (CG) dan 179 merupakan sambaran petir di dalam awan (IC). Kategori petir dari awan ke tanah merupakan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan kerusakan bangunan, kebakaran, dan bahkan kematian. Jenis sambaran petir dari awan ke tanah terdiri dari CG positif (CG+) sebanyak 301 petir dan CG negatif (CG-) sebanyak 233 petir.
Daerah dengan dominan kejadian petir adalah Kabupaten Tabanan sebanyak 259 petir, diikuti oleh Kabupaten Buleleng dengan 133 petir. Meskipun terjadi banyak sambaran petir, aktivitas tersebut masih termasuk kategori rendah menurut BMKG. Data BMKG menunjukkan bahwa selama Desember 2024 tercatat 558.347 kali sambaran petir di Bali dan Januari 2025 sebanyak 478.845 kali sambaran petir.
Petir dari awan ke tanah mendominasi pada bulan Januari 2025 sebesar 59 persen, sementara sisanya merupakan petir dalam awan sebanyak 41 persen. Kerapatan sambaran petir termasuk kategori tinggi terjadi di beberapa daerah di Buleleng, Tabanan, Jembrana, Badung, dan Kota Denpasar dengan jumlah di atas 16 petir per kilometer persegi. Artinya, meskipun banyak terjadi sambaran petir, kerapatan wilayahnya termasuk dalam kategori rendah menurut BMKG.