Bank Indonesia (BI) mengatakan bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami penguatan sejak awal bulan ini, dipicu oleh dinamika sentimen kebijakan tarif yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump terhadap Kanada, Meksiko, dan China. Penguatan ini sejalan dengan tren penguatan juga terjadi di pasar negara berkembang. Direktur Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI R. Triwahyono menegaskan bahwa secara fundamental nilai tukar rupiah cukup bagus, namun kondisi global yang kondusif atau tidak menjadi faktor penentu selanjutnya.
Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) BI juga menunjukkan penguatan nilai tukar rupiah, mulai dari Rp16.506 per dolar AS pada Senin hingga Rp16.315 per dolar AS pada Kamis. Trump sejak awal masa pemerintahannya telah memberikan kepastian tingkat keruwetan kebijakan AS terhadap pasar Indonesia yang dapat menciptakan pergerakan harga yang tidak stabil.
Pada Senin (3/3), BI masih memperkirakan penerapan tarif AS terhadap Kanada, Meksiko, dan China akan segera dilaksanakan. Namun, dinamika kebijakan tersebut terus berubah, terutama terkait impor produk dari Meksiko dan Kanada yang mengalami penundaan setelah negosiasi terjadi di antara negara-negara tersebut. Respons retaliasi juga terjadi antara AS, China, Kanada, dan Meksiko terkait tarif impor yang diberlakukan.
Dampak ketidakpastian global, terutama terkait kebijakan AS, menjadi tantangan tersendiri bagi pasar Indonesia. Namun, dengan adanya penilaian baru dari lembaga J.P. Morgan yang memberikan pandangan positif terhadap saham perbankan Indonesia, pasar saham domestik mengalami rebound yang cukup signifikan. Selain itu, langkah-langkah yang diambil oleh BI untuk menjaga stabilitas ekonomi dan keuangan diharapkan dapat meminimalisir dampak dari dinamika eksternal yang tak terduga.