Defisit anggaran sebesar Rp31,2 triliun pada Februari 2025 menjadi tantangan bagi Indonesia untuk melakukan transformasi dalam manajemen keuangan publik. Hal ini terjadi di tengah tekanan geopolitik global, perubahan demografi, dan ketidakpastian ekonomi pasca-pandemi. Paradigma lama pengelolaan keuangan publik yang hanya fokus pada pemotongan belanja, kenaikan utang, atau pajak tidak lagi cukup digunakan. Negara-negara sukses seperti Singapura dan Eropa mengoptimalkan aset publik mereka untuk menciptakan sumber pendapatan baru. Indonesia perlu belajar dari pendekatan ini dan beralih dari sistem akuntansi berbasis kas yang saat ini masih diterapkan.
Penerapan akuntansi akrual yang mencatat pendapatan dan pengeluaran saat terjadi dapat memberikan gambaran yang lebih akurat terkait kesehatan fiskal negara. Negara lain seperti Swedia dan Kanada telah membuktikan betapa pentingnya transparansi terkait liabilitas jangka panjang dalam mendukung kebijakan yang berkelanjutan. Pemerintah Indonesia perlu mempercepat transisi ke akuntansi akrual dan membentuk sistem pelaporan aset publik yang transparan, termasuk properti, BUMN, dan infrastruktur strategis.
Contoh sukses dari Singapura dan Malaysia yang menggunakan dana kekayaan publik (PWFs) untuk mengelola aset komersial menunjukkan bahwa hal ini dapat menghasilkan pendapatan besar. Indonesia memiliki aset yang kurang dimanfaatkan, seperti aset BUMN yang nilainya mencapai triliunan rupiah. Dengan membentuk PWFs nasional dan daerah, Indonesia dapat mengonsolidasi aset-aset tersebut untuk meningkatkan efisiensi dan menutup defisit anggaran.
Namun, penting bagi Indonesia untuk melakukan pembentukan PWFs secara hati-hati, melibatkan reformasi hukum yang tepat, dan memastikan transparansi dalam pengelolaan aset. Pengalaman buruk kota Birmingham di Inggris merupakan peringatan bahwa penjualan aset publik secara terburu-buru hanya akan merugikan negara. Sebaliknya, pendekatan optimasi aset operasional dapat menjadi solusi yang lebih berkelanjutan.
Selain itu, Indonesia perlu memanfaatkan kerja sama global dan peluang yang terbuka dengan kebijakan pemerintahan AS di bawah Biden. Hal ini dapat membuka peluang bagi peningkatan investasi asing dan pendanaan proyek-proyek energi terbarukan di Indonesia. Reformasi subsidi energi juga menjadi penting untuk mengurangi defisit anggaran Indonesia.
Dengan melakukan langkah-langkah kritis seperti reformasi akuntansi, optimalisasi aset melalui PWFs, dan memanfaatkan momentum kerja sama global, Indonesia dapat mengubah defisit anggaran menjadi suatu peluang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Hal ini juga akan memperkuat fundamenta ekonomi Indonesia dalam menghadapi dinamika geopolitik global yang tidak pasti. Dengan langkah yang tepat saat ini, Indonesia dapat membentuk budaya anggaran yang transparan dan inovatif untuk menjaga keberlanjutan pertumbuhan ekonomi di masa depan.