Gempa Myanmar yang berkekuatan 7,7 Magnitudo pada Jumat (28/3) telah menimbulkan kerusakan parah dan korban jiwa yang terus bertambah, diperkirakan mencapai 10 ribu. Episentrum gempa berada di regional Sagaing, dekat dengan Mandalay, dengan kedalaman dangkal 10 kilometer pada sesar Sagaing. Hingga saat ini, korban jiwa di Myanmar mencapai 694 orang dan 1.670 terluka, serta kerusakan yang terjadi di berbagai negara tetangga seperti Bangkok, Thailand, dan Yunan, China. Gempa ini merupakan yang terbesar sejak 1912 dan terjadi setelah Myanmar merdeka pada 1948. Myanmar terletak di perbatasan dua lempeng tektonik yang sangat aktif secara seismik, meskipun gempa besar jarang terjadi di wilayah Sagaing.
Batas lempeng India dan Eurasia yang bergerak secara horizontal dengan kecepatan yang berbeda, dapat menyebabkan gempa “geseran lempeng” dengan magnitudo 7 hingga 8. Sagaing sendiri telah mengalami beberapa gempa dalam beberapa tahun terakhir, yang terbesar terjadi pada 2012 dengan magnitudo 6,8 dan menewaskan puluhan orang. Pakar gempa menyebut gempa yang terjadi pada 28 Maret 2025 sebagai yang terbesar dalam 75 tahun terakhir di Myanmar. Kejadian ini diperparah oleh kedalaman gempa yang dangkal, kurang dari 70 kilometer dari permukaan Bumi, membuat kerusakan yang terjadi semakin parah.
Prognosis dari USGS menyatakan bahwa korban jiwa gempa Myanmar bisa mencapai 10 ribu orang, dengan dampak yang meluas termasuk pada PDB negara tersebut. Infrastruktur di wilayah Sagaing dianggap belum mampu menahan guncangan besar, yang tercermin dari gempa besar terakhir pada 1956. Dengan begitu, kerusakan terjadi jauh lebih parah. Wilayah ini memiliki guncangan seismik besar yang terjadi jarang, sehingga rumah-rumah tidak dibangun untuk menahan kekuatan seismik sebesar yang terjadi pada gempa Jumat.