Kabupaten Banyuwangi, yang dikenal sebagai The Sunrise of Java, kembali menunjukkan kehidupan seni tari tradisionalnya melalui Festival Sulur Kembang yang ke-5. Acara ini diikuti oleh 197 peserta dari berbagai usia, mulai dari anak-anak hingga remaja. Festival ini mengangkat tema “Pulung Kehidupan” yang menggambarkan jodoh atau nasib seseorang. Sabar Harianto, Ketua Panitia acara, menyatakan harapannya agar festival ini dapat mempertahankan kesenian tradisional terutama dalam sektor tari.
Selama tiga hari, Festival Sulur Kembang memperlombakan 8 tarian tradisional yang semuanya merupakan karya asli Sanggar Lang Lang Buana. Lomba dibagi berdasarkan jenjang pendidikan, mulai dari TK/PAUD hingga SMP. Lebih dari sekadar kompetisi, festival ini memberikan kesempatan kepada generasi muda untuk mencintai dan menjaga warisan budaya daerah. Peserta tidak hanya bersaing dalam kompetisi, tetapi juga berusaha memahami dan menghayati makna dari setiap tarian tradisional yang mereka tampilkan.
Sabar Harianto, juga pemilik Sanggar Lang Lang Buana, menekankan pentingnya regenerasi dalam pelestarian seni tari. Dia berharap agar kesenian budaya Banyuwangi tetap lestari dan terus berkembang dari generasi ke generasi. Festival Sulur Kembang menjadi bukti komitmen Banyuwangi dalam melestarikan budaya daerah sambil menginspirasi generasi penerus untuk menjaga seni tradisional. Dengan demikian, festival ini tidak hanya menjadi ajang lomba, tetapi juga mencerminkan identitas dan kebanggaan masyarakat Bumi Blambangan.