Suasana hangat dan penuh haru meliputi lobi Hotel Grand Hyatt Kuala Lumpur saat Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, tiba untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-49 ASEAN pada Minggu malam. Kedatangan Presiden disambut dengan antusiasme oleh sejumlah Warga Negara Indonesia (WNI) yang tinggal dan bekerja di Malaysia, termasuk Kamaludin, seorang perantau dari Gayo Lues, Aceh, yang merasa terharu bisa bertemu langsung dengan Presiden setelah biasanya hanya melihat beliau dari kejauhan.
Kamaludin menyatakan kebahagiannya dengan mata berbinar, “Saya datang khusus untuk berjabat tangan dengan Pak Presiden. Ini momen yang sangat luar biasa buat saya. Selama ini saya hanya melihat beliau melalui media. Namun hari ini, saya bisa berinteraksi langsung. Rasanya tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.” Mengapresiasi sikap ramah dan keterbukaan Presiden terhadap para diaspora Indonesia, Kamaludin menambahkan, “Pak Prabowo sangat ramah. Beliau menerima kami sebagai diaspora dengan hangat, dan itu membuat saya merasa dihargai. Momen ini sungguh berkesan dan sulit dilupakan.”
Sebagai warga yang berasal dari kampung, Kamaludin juga memberikan apresiasi terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas oleh Presiden. Baginya, program ini bukan hanya sekadar inisiatif, tetapi juga merupakan bukti konkret bahwa negara hadir untuk rakyat kecil. Kamaludin membagikan pengalamannya, “Saya tahu rasanya berangkat sekolah tanpa makan karena saya dari kampung. Banyak anak-anak yang mengalami hal serupa. Namun, Pak Prabowo bisa melihat dan merasakan penderitaan mereka. Itulah yang menyentuh hati saya.” Selain itu, Kamaludin juga menyuarakan usulannya agar pemerintah membentuk pusat pengaduan atau call center di setiap provinsi untuk menampung suara rakyat terkait pelaksanaan program-program nasional.
Menariknya, di akhir wawancara, Kamaludin spontan menyamakan Prabowo dengan sosok Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno. Dengan keyakinan baru, Kamaludin menyatakan, “Dulu saya sempat tidak percaya dengan Pak Prabowo. Namun, setelah melihat langsung kepemimpinannya dan program-programnya, saya berubah pikiran. Orang-orang korup bisa ditindak hanya dalam hitungan bulan. Jika boleh saya katakan, mungkin Pak Prabowo adalah Soekarno kedua.”