Raja Ampat sedang menjadi pusat perhatian akibat aktivitas pertambangan nikel yang dikhawatirkan akan merusak lingkungan. Kawasan Raja Ampat merupakan salah satu kawasan laut dengan keanekaragaman hayati terbesar di dunia dan menjadi destinasi impian bagi banyak wisatawan. Wilayah ini diakui sebagai UNESCO Global Geopark pada tahun 2023, sebagai pengakuan atas nilai warisan geologinya yang penting.
Raja Ampat memiliki sembilan kawasan lindung laut yang meliputi hampir 2 juta hektar. Namun, keberlangsungan ekosistem ini terancam oleh aktivitas pertambangan nikel di beberapa pulau seperti Pulau Gag, Kawe, dan Manuran. Dokumentasi dari Greenpeace menunjukkan bahwa aktivitas pertambangan telah mengakibatkan tebang pilih hutan dan sedimentasi di pesisir, yang dapat merusak ekosistem karang dan keanekaragaman hayati laut di Raja Ampat.
Aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat menjadi perhatian serius, terutama setelah peningkatan signifikan penambangan yang mencakup pulau-pulau tersebut. Laporan dari Auriga Nusantara menemukan bahwa ekspansi lahan pertambangan terjadi dengan cepat di Raja Ampat, dengan total area izin pertambangan nikel mencapai lebih dari 22.420 hektar. Dampaknya terlihat jelas dengan terbentuknya lubang-lubang tambang dan sedimentasi yang mengancam ekosistem laut di sekitarnya.
Para ahli mengkhawatirkan bahwa perluasan pertambangan nikel di Raja Ampat dapat menyebabkan kerusakan serius pada ekosistem laut yang kaya di wilayah tersebut. Dukungan dari masyarakat lokal serta organisasi lingkungan pun semakin meningkat untuk melindungi kekayaan alam Raja Ampat dari dampak negatif aktivitas pertambangan. Disamping itu, perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk memahami dampak lingkungan secara menyeluruh akibat pertambangan nikel, serta bagaimana upaya dapat diambil untuk menjaga keberlangsungan ekosistem Raja Ampat yang unik dan berharga ini.