Tips Penanganan Karhutla dari BMKG: Waspada terhadap Cara yang Digunakan

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menegaskan bahwa penanganan kebakaran hutan dan lahan selama musim kemarau tidak bisa semata-mata mengandalkan operasi modifikasi cuaca (OMC). Menurut Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, OMC tidak efektif ketika pertumbuhan awan hujan rendah karena tidak ada awan yang bisa disemai. Oleh karena itu, Dwikorita menekankan perlunya strategi pengendalian karhutla yang tidak hanya bergantung pada OMC saja, tetapi juga melalui peningkatan patroli darat, penjagaan ketat di titik-titik rawan, dan penguatan strategi pencegahan lainnya.

Dalam analisis data curah hujan dasarian dan indeks Fine Fuel Moisture Code (FFMC), BMKG menemukan bahwa semakin rendah curah hujan, semakin tinggi kekeringan lapisan bahan bakar ringan di permukaan tanah yang meningkatkan risiko lahan mudah terbakar secara signifikan. Dwikorita juga menegaskan pentingnya pemantauan curah hujan sebagai indikator utama dalam menentukan fase-fase rawan kebakaran hutan dan lahan.

Dalam kondisi potensi pertumbuhan awan hujan rendah, OMC tidak dapat berjalan dengan efektif. Oleh karena itu, intervensi non-OMC seperti patroli intensif dan tindakan preventif lainnya menjadi penting. BMKG juga memberikan peringatan bahwa periode akhir Juli hingga awal Agustus merupakan fase kritis yang membutuhkan perhatian ekstra, terutama di wilayah Sumatera dan Kalimantan.

Pihak terkait di daerah diminta untuk mengaktifkan sistem kewaspadaan darat, memetakan wilayah rentan, dan melakukan pencegahan kebakaran sejak dini saat potensi pertumbuhan awan hujan rendah dan Fire Danger Rating System (FDRS) tinggi. Untuk mitigasi karhutla, BMKG telah melaksanakan OMC di sejumlah provinsi prioritas rawan karhutla dengan tingkat keberhasilan yang mencapai 85 hingga 100 persen. Semua upaya ini dilakukan untuk meminimalkan risiko terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang dapat membahayakan lingkungan dan kesehatan masyarakat.

Source link