Ekonom yang juga mantan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyebut kondisi ekonomi Indonesia banyak didukung oleh permintaan dalam negeri yang cukup besar.
“Kita banyak didukung oleh domestik demand, asal permintaan domestik masih kuat, maka kita otomatis nggak terlalu khawatir,” kata Wimboh saat menjadi pembicara pada Outlook Ekonomi Indonesia 2024: Prospek dan Tantangan yang diselenggarakan oleh Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Surakarta, di Hotel Adhiwangsa Solo, Jawa Tengah, Jumat.
Meski demikian, katanya lagi, secara umum krisis ekonomi akibat COVID-19 hingga saat ini belum selesai. Ia mengatakan pandemi COVID-19 memberikan dampak yang luar biasa pada sektor ekonomi.
“Yang jualan nggak ada yang beli, yang biasanya jasa pengangkutan nggak ada yang naik, tourism kolaps, termasuk mal dan hotel. Semua sendi ekonomi runtuh di COVID-19,” katanya pula.
Oleh karena itu, kata dia lagi, pada saat itu perekonomian disangga supaya orang bisa tetap makan.
“Penyangganya ya APBN. Seluruh dunia defisitnya membengkak, Inggris defisit lebih dari 10 persen, Indonesia 6,3-6,7 persen. Padahal di undang-undang hanya mengatakan 3 persen,” katanya lagi.
Ketika pandemi COVID-19 dinyatakan selesai, menurut dia, banyak orang yang sebelumnya tidak bisa berbelanja karena ada pembatasan menjadi lebih konsumtif dengan membelanjakan uang yang selama COVID-19 mereka tabung.
Akibatnya, suplai tidak bisa memenuhi permintaan karena industri perlu waktu untuk kembali mempekerjakan tenaga kerja yang sempat dirumahkan akibat pandemi COVID-19.
“Pabrik untuk hidup kembali butuh waktu, hotel dibersihkan dan itu butuh waktu. Sehingga dalam ilmu ekonomi permintaan terlalu besar pasca-COVID, supply chain (rantai pasok) terganggu. Demand terlalu besar, suplai nggak ada sehingga inflasi tinggi,” katanya pula.
Bahkan, katanya lagi, pada tahun 2024-2025 perekonomian dunia masih akan dihantui oleh ketidakpastian akibat dampak COVID-19 yang lukanya masih belum sembuh betul.
“Imbasnya supply chain terganggu, belum lagi tekanan perang, ekonomi dunia turun. AS juga akan turun ekonominya. Indonesia bisa terimbas karena hubungan dagang tergantung pada China dan AS,” kata dia.
Mengenai optimisme Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa 5 persen, menurutnya lagi, harus ada kiat-kiat yang dilakukan, salah satunya bagaimana sumber ekonomi baru mampu menyerap tenaga kerja.
“Selain itu, juga bagaimana bisa memberikan multiplier yang tinggi pada peningkatan pajak,” katanya pula.
Ketua ISEI Surakarta Lukman Hakim mengatakan nantinya hasil outlook ekonomi ini akan digunakan untuk memberikan masukan ke pemerintah daerah dan pihak terkait.
“Kegiatan ini juga dalam rangka koordinasi persiapan Kongres ISEI tahun 2024 yang dilaksanakan di Solo. Kebetulan kami ISEI Surakarta jadi tuan rumah,” katanya.
Dosen Institut Teknologi Bisnis (ITS) AAS Budiyono mengatakan dengan adanya outlook ekonomi, maka pebisnis dapat mengetahui kondisi perekonomian global yang selanjutnya berpengaruh pada ekonomi nasional dan daerah.
“Yang dipotret lagi masalah inflasi, otomatis bank menaikkan suku bunga, lending kredit lebih berhati-hati dan investasi melemah,” katanya lagi.
Meski demikian, ia berharap pertumbuhan ekonomi di Solo tetap bagus, inflasi rendah, dan di sisi lain ada kebijakan fiskal untuk pengusaha.
“Misalnya untuk pembebasan pajak, pengurangan tarif tertentu, UU Cipta Kerja bisa terimplementasikan dengan baik. Misalnya memberikan subsidi PPN di bawah Rp2 miliar, otomatis pengusaha bisa memberikan diskon ke pembeli 10-15 persen, ini untuk mendorong daya beli,” kata dia pula.