Sejak pertama kali diadakan pada tahun 1896, Olimpiade modern selalu dipengaruhi oleh politik dan geopolitik, menurut Lukas Aubin, seorang ahli geopolitik olahraga dan direktur Institute for International and Strategic Relations di Prancis.
Hal ini juga berlaku untuk Olimpiade Paris 2024 yang akan menjadi Olimpiade pertama dalam sejarah yang akan dibuka di ruang terbuka sepanjang Sungai Seine yang melintasi kota Paris pada tanggal 26 Juli mendatang.
Aubin menyatakan bahwa Olimpiade selalu menjadi ajang yang terpolitisasi, dan hal ini juga berlaku untuk acara olahraga besar lainnya seperti Piala Dunia FIFA. Bahkan saat ini, politisasi olahraga juga melibatkan atlet-atlet.
Organisasi olahraga global telah memperingatkan atlet-atlet untuk tidak menggunakan arena olahraga sebagai tempat untuk menyuarakan keluhan politik, seperti yang dilakukan oleh Komite Olimpiade Internasional (IOC) saat Olimpiade Tokyo 2020 karena ditunda selama satu tahun akibat pandemi.
Saat ini, penyelenggara Olimpiade Paris 2024 dihadapkan pada tantangan yang sama. Tinggal tiga bulan lagi menuju acara tersebut dan Prancis terlihat semakin cemas.
Olimpiade ini akan menjadi yang ketiga kalinya diadakan di Paris setelah sebelumnya diadakan pada tahun 1900 dan 1924. Namun, Olimpiade Paris 2024 dihadapkan pada tantangan yang lebih besar, terutama dengan kondisi politik dan geopolitik global yang sedang terjadi.
Selain ancaman terorisme dan persoalan domestik seperti gelandangan dan pedagang kaki lima yang dapat merusak citra kota Paris, Prancis juga dihadapkan pada dampak persoalan global seperti Perang Rusia-Ukraina dan Konflik Israel-Palestina di Jalur Gaza.
Perang Rusia-Ukraina telah membuat penyelenggara Olimpiade Paris dan IOC untuk menutup pintu bagi Rusia dan Belarus yang dianggap bertanggung jawab atas perang di Ukraina. Sebagai akibatnya, atlet-atlet dari kedua negara tersebut akan berpartisipasi dalam Olimpiade 2024 dalam status netral tanpa bendera negara mereka.
Ancaman global terhadap Israel akibat konflik di Jalur Gaza juga telah mempengaruhi suasana Olimpiade Paris 2024. Beberapa atlet dunia termasuk atlet Prancis, Emilie Gomis, menyuarakan pendapatnya terkait konflik tersebut, namun hal ini berujung pada pemecatan Gomis dari peran duta Olimpiade Paris 2024 karena dianggap melanggar prinsip netralitas olahraga.
Kemudian, tindakan Prancis dalam menanggapi situasi ini juga menuai kritik, dianggap menerapkan standar ganda terkait netralitas olahraga. Kritik juga muncul terkait larangan atlet-atlet Rusia dan Belarus berpartisipasi dalam Olimpiade dengan alasan politis.
Namun, seiring berjalannya waktu, semoga dinamika politik dan geopolitik tersebut tidak mengganggu keseluruhan acara Olimpiade Paris 2024, seperti yang terjadi pada Piala Dunia FIFA 2022 di Qatar yang berjalan lancar meskipun sempat dikhawatirkan oleh banyak pihak.
Sumber: ANTARA 2024