Putu Fajar Arcana: Seni & Kehidupan – Penyembuhan Melalui Seni

Pameran tunggal Chromatica karya Putu Fajar Arcana resmi ditutup pada Kamis (21/8/2025) di The Gallery, The Dharmawangsa Jakarta. Pameran ini bukan sekadar menampilkan puluhan lukisan, tetapi juga menjadi refleksi perjalanan hidup seorang jurnalis, sastrawan, dan seniman yang menjadikan seni sebagai ruang penyembuhan batin.

Direktur Jenderal Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan, Kementerian Kebudayaan Ahmad Mahendra dalam orasi budayanya menyebut Putu sebagai “tubuh yang menampung banyak bahasa.” Menurutnya, Putu menulis untuk merapikan pikiran, melukis untuk menenangkan jiwa, berpentas guna menguji gagasan, dan bersastra demi menjaga kedalaman.

“Di balik lengkung warna dan ritme kanvasnya, ia mengolah duka menjadi cahaya. Seni baginya bukan hiasan, tapi cara hidup,” ujar Mahendra.

Seni dipandang sebagai sawah kreativitas dalam pandangan Putu, di mana petani menanam dan merawat tanpa terlalu memikirkan hasil, namun lahirlah pemandangan indah yang dinikmati banyak orang. Begitu pula dirinya, bekerja dengan totalitas, sementara bentuk akhirnya bisa berupa puisi, cerpen, drama, atau lukisan.

Putri Putu, Angelina Arcana, menyebut karya-karya ayahnya lahir dari proses penyembuhan setelah melewati masa sulit. Melukis membuat Putu merasa ringan dan terbebaskan, memberikan ketenangan dalam hidupnya.

Kurator pameran, Trianzani Sulshi, menjelaskan tiga seri yang dihadirkan dalam Chromatica: Mysterious Garden menyinggung pertanyaan tentang hidup dan kematian; Spiritual Journey menggambarkan perjalanan para biksu; serta Yin-Yang yang mengeksplorasi keseimbangan hidup melalui simbol warna hitam dan putih.

Pameran ini tidak hanya penting bagi dunia seni, tetapi juga memperkuat ekosistem pariwisata berbasis minat khusus (art tourism) menurut Wakil Menteri Pariwisata Ni Luh Puspa. Selain pameran, digelar pula happening art “Tubuh Bertumbuh: Dukkha-Daya-Cahaya” yang menampilkan sejumlah seniman muda.

Angelina menambahkan, ayahnya melukis dengan disiplin bak pekerja kantor, menghasilkan puluhan karya dalam waktu dua tahun. Putu, yang lahir di Negara, Bali, tahun 1965, dikenal sebagai jurnalis Kompas sekaligus penulis dengan karya-karya dalam berbagai genre. Sejak pandemi Covid-19, ia mendalami teknik lukis dutch pour dan mengembangkan konsep melukis berdasarkan lima unsur alam. Chromatica menjadi salah satu tonggak penting perjalanan seninya setelah beberapa kali berpameran sejak 1999.

Source link

Exit mobile version