Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperingatkan bahwa potensi cuaca ekstrem masih mengintai sebagian besar wilayah Indonesia, meskipun secara klimatologis musim kemarau sudah dimulai. Hingga akhir Juni 2025, hanya sekitar 30 persen zona musim (ZOM) di Indonesia yang benar-benar telah memasuki musim kemarau, sementara wilayah lain seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua masih berisiko tinggi mengalami hujan sedang hingga lebat, disertai petir dan angin kencang dalam periode sepekan ke depan.
Dikatakan oleh Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, bahwa dinamika atmosfer yang kompleks masih menyebabkan terbentuknya awan-awan konvektif yang menjadi penyebab hujan deras. Faktor-faktor seperti gelombang ekuatorial Rossby dan Kelvin, zona konvergensi dan pertemuan angin, serta kemungkinan adanya sirkulasi siklonik di sekitar Samudra Hindia dan Pasifik, terus mendorong pembentukan awan hujan dalam skala luas.
Meskipun sudah memasuki pertengahan musim kemarau, berbagai faktor atmosfer global dan regional masih mendukung terjadinya hujan lebat dan cuaca ekstrem di banyak wilayah, demikian pernyataan Dwikorita. Intensitas hujan yang signifikan tercatat di beberapa wilayah baru-baru ini, dengan insiden hujan harian di atas 50 mm di Nabire dan Kalimantan Barat. Hal ini berpotensi menyebabkan bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, genangan air, pohon tumbang, dan kerusakan infrastruktur.
BMKG memperkirakan potensi cuaca ekstrem masih tinggi hingga 18 Juli, di mana hujan lebat dapat terjadi di berbagai wilayah termasuk Aceh, Sumatera Utara, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan. Selain itu, angin kencang juga dapat melanda wilayah barat hingga timur Indonesia seperti Aceh, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku. Masyarakat diimbau untuk waspada terhadap potensi cuaca ekstrem dan mengambil langkah pencegahan yang diperlukan, karena cuaca dapat berubah dengan cepat dan menimbulkan dampak yang signifikan.