AI dan Ketimpangan Digital: Algoritma yang Tak Kasat Mata

Indonesia tengah berupaya untuk membangun kekuatan ekonomi digital pada tahun 2045. Meskipun hal ini merupakan impian besar, namun berbagai tantangan masih harus dihadapi dalam prosesnya. Salah satu aspek yang menjadi fokus adalah perkembangan teknologi, terutama dalam bidang kecerdasan buatan (AI), yang kini semakin populer. Namun, pertanyaannya adalah, apakah kita sudah siap menghadapinya?

Dalam sebuah diskusi dengan Perwakilan United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) untuk Indonesia, Filipina, dan Timor Leste, Marco Kamiya menyoroti beberapa tantangan yang dihadapi, termasuk masalah keamanan siber. Meskipun beberapa pihak mendorong percepatan adopsi teknologi, masih ada pelaku usaha yang enggan terlibat karena khawatir akan serangan ransomware. Selain itu, hasil survei dari Asosiasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah Indonesia juga menunjukkan bahwa 70 persen UMKM masih kesulitan akses pembiayaan untuk bertransformasi menjadi digital.

Dalam konteks ini, Indonesia dihadapkan pada ketimpangan akses, kesiapan SDM, perlindungan data yang lemah, dan kebijakan yang belum terkoordinasi dengan baik. Selain itu, ketika kita terlalu larut dalam euforia teknologi, seringkali kita lupa akan berbagai kesenjangan yang ada di dalam masyarakat. Disisi lain, AI dapat menjadi alat lompatan teknologi yang sangat potensial untuk negara berkembang seperti Indonesia, namun tantangannya adalah bagaimana negara dan perusahaan dapat memahami serta mengaplikasikannya secara efektif.

Dalam menghadapi era AI, penting untuk memperhatikan disparitas atau ketimpangan yang ada, baik dalam akses teknologi maupun dalam pemahaman, perlindungan, dan peluang. Hal ini tidak hanya masalah teknis, melainkan juga soal ketimpangan sistemik yang hanya dapat diatasi melalui keadilan dan kesetaraan. Diperlukan kebijakan yang mampu melindungi keamanan siber, mengatasi ketidaktertiban dalam perlindungan data, dan memberikan akses yang merata kepada masyarakat.

Memastikan transformasi digital berjalan dengan baik tidak hanya memerlukan inovasi teknologi, namun juga implementasi yang tepat serta sinergi kebijakan yang efektif. Lebih dari sekadar menyoal AI, hal ini sebenarnya juga mencerminkan arah pembangunan suatu negara. Masa depan digital harus lebih dari sekedar alat efisiensi, namun juga harus memperhatikan prinsip kesetaraan, kepercayaan, dan fokus pada kemaslahatan manusia.

Penting untuk tidak hanya terjebak dalam glorifikasi inovasi semata, namun juga memperhatikan keberlanjutan dan keberpihakan terhadap semua lapisan masyarakat. Dalam hal ini, kebijakan yang dibuat haruslah mendukung inklusivitas, keterbukaan, dan kesetaraan akses bagi semua. Hanya dengan pendekatan yang holistik dan pro-kesetaraan, kita dapat membangun masa depan yang berkelanjutan dan adil bagi semua pihak.

Source link

Exit mobile version