Pakar digital dan keamanan siber dari Vaksin.com, Alfons Tanujaya, mengungkapkan bahwa ada beberapa syarat yang harus dipenuhi jika data pribadi masyarakat Indonesia disimpan atau dikelola di Amerika Serikat (AS). Menurut Alfons, perusahaan AS yang akan mengelola data harus patuh terhadap Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) Indonesia dan harus diaudit oleh Komisi PDP. Selain itu, data yang disimpan di AS harus dienkripsi dan tidak boleh diakses tanpa izin eksplisit. Alfons juga menekankan perlunya perjanjian bilateral untuk mencegah penyalahgunaan data oleh otoritas asing.
Dalam konteks yang sama, pakar keamanan siber dari CISSRec, Pratama Persadha, menyatakan bahwa penyusunan kesepakatan bilateral antara Indonesia dan negara tujuan transfer data seperti AS bisa menjadi langkah yang dibutuhkan. Pratama menekankan pentingnya kesepakatan tersebut untuk melindungi hak digital warga negara Indonesia, termasuk hak untuk dihapus, pemberitahuan, dan gugatan atas pelanggaran privasi. Dia juga menyoroti perlunya Indonesia tetap memegang prinsip non-blok digital dalam kerja sama transfer data internasional.
Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengungkapkan poin-poin perjanjian dagang dengan Indonesia terkait transfer data pribadi ke AS. Mengenai hal ini, Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menegaskan bahwa komitmen tersebut dilakukan dengan kerangka secure and reliable data governance tanpa mengorbankan hak-hak warga negara. Meutya juga menjelaskan bahwa negosiasi masih berlangsung dan finalisasi kesepakatan dilakukan dengan tata kelola yang transparan dan akuntabel. “(\Source link